Minggu, 24 April 2011

Biarkan !

Damn !
Pernahkah kamu merasakan beku dalam kesendirian yang begitu dingin?
Aku sedang tersesat di sana kawan,.
Tapi di manakah kalian?
Sibuk dengan hidup kalian masing-masing bukan.

Aku merasa mulai gila dengan keterasingan yang semakin menjalar ini.
Aku butuh hangatnya tawa bersama.
Tapi yang ku temui hanya tembok bisu.
Aku sendiri.

Baiklah !
Lihat bagaimana aku berperang untuk bisa berteman dengan kesendirian itu !
Aku akan terbiasa dengannya,
Dan membuat hidupku tak butuh kalian lagi.
Lihatlah nanti,
Bagaimana acuhnya aku.
Aku tak akan pernah mendengar ketika kalian memanggilku lagi.

Bagiku... pertemanan hanyalah topeng !
Manis ketika saling membutuhkan.
Dan ketika kebutuhan bersama itu tak lagi terpenuhi, maka hanya ada sepi !

Lihatlah bagaiman nanti aku menjadi kuat tanpa kalian !
Tak ada yang mengerti bagaimana yang dirasa, kecuali diri sendiri dan Tuhan.

Jangan katakan apa yang ku tulis ini salah,
Karena lihatlah, kalian tak ada di sini bukan???
Aku sendiri.
Dalam rasa yang mencekatku, Aku hampir GILA dan kalian tak ada.

Sabtu, 16 April 2011

Aku terlalu naif


Aku terlalu naif.
Hinggga semua teraduk satu, tak nampak lagi sisi hitam yang terjulur mengintai pada rona putih sisi hidup mu. Terajut polos dalam kekejaman yang luluh tersembunyi.
Dan pada putaran di ujung jalan yang hendak kembali ku tapaki. Sesuatu tanya memaksa ku, seperti itukah makna dari gerombolan rasa yang ku panen untuk mu. Aku mencintai rasa manis yang membongkah dalam balutan mimpi yang menjulang.
Tapi nyatanya,..
Aku hanya wanita jalang bagi mu. Yang kau datangi dibalik kekakuan simpangan hari berisi peluh kebosanan.
Oh Tuhan, kenapa semua nampak begitu gemerlap? Hingga batas sadar ku buta.
Aku mencintainya utuh dengan kesangatan. Dan mengecup semua setting palsunya beningnya tulus.
Ini hanya sebuah permainan, yang digerakkannya demi tawa dan kepuasan.
Sedangkan cinta yang ku anggap terbingkis untuk ku, hanya bias.
Kau yang telah termiliki.
Memelukku dalam palsu, mencumbui cinta yang dalam hanya untuk kesenangan.
Kau tak mencintai ku dengan sebenar-benarnya cinta.


Tapi rasa untukmu telah mendoktrin hebat dalam batuan rasa ku.
Aku mencintai mu.
Dalam teriakan jiwa yang berharap kau kasihani.
Aku sudah mencintai mu segila-gilanya.
Meski tak terpungkiri sakit itu mengerat kuat.

Rabu, 13 April 2011

Merindu Pelangi


Masih mengais-ngais dari sisa letupan bunga api tadi malam, pikiran ini masih terus dengan tapaknya pada kilatan senja masa lalu yang sudah terbenam.
Seperti dongeng tentang pelangi yang melengkungkan senyum selepas nyanyian hujan.
Seperti itulah, sosok laki-laki itu!
Si dongeng pelangi, yang terlukis pada kotak kaca dalam kristal air mata. Kamu menyuguhkan tarian indah yang berputar berwarna-warni. Aku berbahagia !
Dari detik yang tak ku inginkan berhenti, merah kuning jingga unggu itu pun perlahan terhapus. Seketika itu aku kecewa !
Lantang aku ditertawakan, suguhan yang menarik sesajian kebodohan!
Jelas saja bodoh tapi aku pura-pura tuli dengan teriakan yang ku dengar, kalah pada kenyataan yang ku perangi.
Seperti enggan mengakui. Aku menikmati rasa sakit dari keindahan yang semu sesaat.
Aku masih mencintai pelangi ketika itu !
Yang datang dalam selipan rintihan hujan yang menderu.
Pada persimpangan kisah, ku lipat rapi cerita si dongeng pelangi dalam kotak biru langit berpita.
Lantas ku letakkan asal saja.
Dan tanpa ku sadari pilihannya bersembunyi di ruangan terkecil pada pojok hati !
Aku merindu pelangi.
Seperti belati yang ku hujamkan sendiri tepat pada jantung, begitulah aku merindunya !